Belajarkah kita dari mereka yang menjadi Korban?

Evakuasi Korban
“Ratusan orang tertimbun oleh jutaan meter kibik sampah yang berasal dari warga bandung, cimahi dan kabupaten Bandung”.
     Kejadian ini menyebabkan air mata bercururan dan Indonesia bersimpati . Satgas bencana dari berbagai lembaga diturunkan untuk mencari korban dalam tumpukan sampah. Lembaga pemberitaan tak luput dari keikutsertaan, menurunkan tim reporternya untuk menyampaikan berita. Sedang para pejabat datang menyampaikan belasungkawa kepada para keluarga korban yang ditinggalkan. 

5 tahun telah berlalu, namun apakah kita belajar dari kejadian ini?

Mengulas Tragedi Leuwigajah 21 Febuari 2005

       TPA Leuwigajah didirikan pada tahunBerdasarkan data UPTD Kebersihan Kota Cimahi dan Kantor Pengaturan TPA Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung, jumlah sampah yang berasal dari Kota Bandung, Kab. Bandung, dan Kota Cimahi yang setiap harinya dibuang ke tempat itu rata-rata sampah dari Kota Bandung itu mencapai 2.700 m3/hari, Kab. Bandung sebanyak 700 m3/hari, dan Kota Cimahi sebanyak 400 m3/hari. Jika ditotal setiap harinya, setidaknya sampah yang dibuang ke TPA Leuwigajah mencapai 3.800 m3/hari. Jika dikalikan setahun atau 365 hari saja sudah 1.387.000 m3. Tentunya, bisa diestimasi berapa jumlah sampah yang dibuang selama kurang lebih 15 tahun itu.
       Jumlah sampah yang begitu banyak tidak dikelola dengan baik karena sistem pengelolaan sampah di TPA hanya menerapkan sistem Open Dumping( yakni; sampah hanya ditumpuk menggunakan alat berat di tempat terbuka) dan cara ini merupakan cara terburuk dalam pengelolaan TPA. Hal senada diungkapkan oleh Kepala BPLHD Jabar, kala itu masih Bpk. Ade Suhanda Adnawijaya, yang mengatakan bahwa jika dilihat dari kapasitasnya TPA leuwigajah masih layak beroperasi, namun kami(read:BPLHD Jabar) melihat ada kekeliruan dalam pengelolaan TPA. TPA seharusnya dikelola dengan sistem sanitariy landfill."Kami melihat sampah di Leuwigajah terkesan dibiarkan," katanya.

Akibat dari pengelolaan TPA yang Buruk

2.00 WIB Senin dini hari, gunungan sampah ambruk.Gunungan yang berada di ketinggian sekira 50-70 meter di atas permukiman penduduk itu terseret hingga sejauh kurang lebih 1 km dari titik pembuangan hingga menghantam puluhan rumah penduduk. Dan ratusan orang tertimbun didalamnya.  143 orang tercatat menjadi korban jiwa dalam tragedi ini.
 Dr. Dadang Purnama, M.Sc., saksi ahli dari Kementerian Lingkungan Hidup menduga bahwa penyebab longsornya TPA Leuwigajah adalah TPA tidak memiliki aliran air limbah dan ventilasi gas metana. Hal ini mengakibatkan terkumpulnya air maupun gas metana dalam tumpukan sampah hingga dalam waktu bersamaan gas meledak dan tumpukan sampah tergerus air.

Dampak TPA Leuwi Gajah

gbr.TPS Tamansari Pasca Longsor
Pasca tragedi leuwigajah, dampak tidak hanya dirasakan keluarga korban yang ditinggalkan. Tetapi juga berdampak pada Kota Bandung yang menjadikan TPA Leuwi Gajah sebagai TPA utama. Karena TPA tidak bisa beroperasi lagi sampah menumpuk di hampir semua TPS di Kota Bandung. Dan masalah ini berlarut hingga tahun 2006 hingga menjadi isu Nasional.

Siapa yang harus Bertanggung Jawab ?

Jika ditanya siapa yang harus bertanggung jawab, tentunya banyak pihak akan menodong pemerintah kota/kab yang membuang sampah ke TPA leuwigajah menjadi pihak yang paling bertanggung  jawab  dalam tragedi leuwi gajah. Memang benar pemerintah harus bertanggung jawab karena tidak melakukan pengelolaan yang baik di TPA  Leuwigajah. Namun terlepas dari siapa yang bertanggung jawab, saya(read:penulis) ingin mengatakan bahwa kita semua bertanggung jawab atas tragedi 5 tahun silam. Mengapa demikian? Karena sampah kitalah yang menimbun mereka (read:korban tragedi leuwi gajah).
Belajar dari Tragedi Leuwi Gajah

Kita selama bertahun-tahun menerapkan sebuah paradigma yang keliru dengan membuang sampah hanya ke tong sampah. Kita dengan enteng membuat slogan”Buanglah Sampah pada Tempatnya”! Kebanyakan orang pada kala itu menganggap bahwa slogan itu tepat dan menjadi sesuatu yang dianggap benar. Namun tragedi leuwi gajah membuat kita untuk membuka pikiran bahwa hanya membuang itu keliru dan menimbulkan dampak negatif dan bahkan bisa menimbulkan korban jiwa.  
”Renungkanlah, secuil sampah yang kita buang tiap hari (jika tanpa pengelolaan) menimbulkan efek negatif dan bahkan bisa menimbulkan korban jiwa.”
Belajar dari Tragedi Leuwi Gajah: TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) jangan lagi menerapkan Open Dumping

Belajar dari tragedi leuwigajah, pemerintah daerah seharusnya sebagai penyedia layanan kebersihan masyarakat tidak lagi menerapkan open dumping di TPA. Dan itu telah diatur sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang No 18 tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Bahwa pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah memiliki kewenangan antara lain :
a) Menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan nasional dan provinsi;
b) Menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah;
c) Melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh pihak lain;
d) Menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah;
e) Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6(enam) bulan selama 20 (dua puluh) tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan sistem pembuangan terbuka yang telah ditutup; dan
f) Menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah sesuai dengan kewenangannya.
Dan dalam penerapan stretegi pengelolaan sampah pemerintah sejatinya menerapkan prinsip-prinsip 3R (Reduce,Reuse and Recycle) atau jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia adalah mengurangi, mengunakan kembali dan daur ulang.

Belajar dari Tragedi Leuwi Gajah: Mari Sama-Sama Merubah Paradigma tentang Sampah.

Selayang pandang sampah seringkali dianggap menjadi sesuatu hal yang tidak berguna, padahal ada ratusan bahkan ribuan orang bisa berangkat naik Haji gara-gara memulung sampah. Sangat menarik memang  jika dikait-kaitkan dengan nominal finansial. Tapi sebenarnya dari fenomena tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa sampah ini adalah sebuah potensi yang sangat menakjubkan. Dengan sedikit sentuhan kreatifitas sampah bisa menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat. Sebagai contoh sekelompok orang dengan sejumlah kretifitas dan imajinasi yang menginspirasi bisa merubah plastik kemasan yang dipungut dari tong sampah menjadi tas yang Unik dan menarik.
Kemudian ada yang tak kalah menarik, mungkin sobat-sobat sering mendengar  tentang ”kompos”, tapi yang ini lebih menarik ”Biogas” pernah mendengar rangkaian huruf ini? Bagi sobat-sobat yang belum pernah mendengar, ini penjelasan singkatnya!
Bio Gas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi bahan-bahan organik termasuk sampah organik. Dengan demikian ketika sampah diberi perilaku an-aerob (read:difermentasi) maka gas methan akan terbentuk dengan sendirinya(proses alami). Menurut embah wiki (http://id.wikipedia.org), Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit. Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen limbah karena metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan dengan karbon dioksida. Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon diatmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil.
Jika demikan terbukti sudah bahwa sampah jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan, seperti yang embah wiki tadi katakan bahwa ’methana (gas yang muncul akibat tumpukan sampah) lebih berbahaya dalam pemanasan global dari pada karbon dioksida namun jika dikelola dengan baik maka manfaatnya sungguh luar biasa. Jika biogas ini terus dikembangkan mungkin bisa menjadi pengganti bahan bakar Fosil.  
Jadi gimana sobat-sobat, masih mau berfikir bahwa sampah adalah barang yang tidak berguna?  Dan masih percaya dengan slogan ”BUANGLAH SAMPAH PADA TEMPATNYA! Sepertinya ’slogan’ itu mesti dimuseumkan, dan diganti dengan ’JADIKAN SAMPAH SEBAGAI SUMBERDAYA BUKAN BARANG BUANGAN!

 Posting Terdahulu
  1. Ziddu -The best free file hosting
  2. Belajar mengetik efektif dengan 10 jari
  3. Cinta yang Agung
  4. Terjemah Tafsir Jalalain - Free Download


Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Belajarkah kita dari mereka yang menjadi Korban?"

Posting Komentar